gtrees.net

Antisipasi Pandemi, Ilmuwan 'Gercep' Siapkan Vaksin Flu Burung untuk Manusia

A government worker disinfects a poultry farm against the spread of bird flu in Darul Imarah in Indonesias Aceh province on March 2, 2023. (Photo by CHAIDEER MAHYUDDIN / AFP) (Photo by CHAIDEER MAHYUDDIN/AFP via Getty Images)
Para ilmuwan mulai meneliti vaksin untuk mencegah penularan flu burung. (Foto: AFP via Getty Images/CHAIDEER MAHYUDDIN)

Jakarta -

Adanya kasus flu burung pada manusia yang terjadi dalam beberapa waktu terakhir membuat para ahli kesehatan khawatir. Jika virus tersebut terus beradaptasi, maka risiko penularan dari manusia ke manusia akan makin ebsar, sehingga bisa memicu terjadinya pandemi baru.

Hingga saat ini, penularan flu burung dari manusia ke manusia (human to human) masih dikategorikan langka. Pada beberapa kasus, penularan hanya terjadi ke beberapa orang dan tidak meluas.

Kendati demikian, para ilmuwan sudah mulai melakukan penelitian untuk mengamati vaksin apa yang dapat dikembangkan untuk melindungi dari kemungkinan terburuk.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ahli virologi dari Universitas Georgia, Flavio Faccin dan Daniel Perez menganalisis upaya yang saat ini dilakukan sebagai persiapan menghadapi pandemi yang melibatkan flu burung. Mereka pun telah mengidentifikasi beberapa opsi yang menjanjikan untuk pengembangan vaksin.

"Penelitian mendalam mengenai vaksin flu burung untuk manusia menunjukkan bahwa vaksinasi tetap menjadi pertahanan utama manusia terhadap penyebaran virus ini," ujar Faccin, dikutip dari ScienceAlert, Senin (10/6/2024).

Faccin mengatakan vaksin tidak akan diproduksi dalam skala massal sebelum ada kasus penularan flu burung antar manusia. Meski begitu, para ilmuwan tetap berupaya untuk menyempurnakan berbagai jenis obat yang siap digunakan bila diperlukan.

"Menjelajahi dan menggunakan beragam platform vaksin sangat penting untuk meningkatkan kesiapsiagaan pandemi dan memitigasi ancaman virus flu burung," tulis para peneliti dalam laporan yang mereka terbitkan.

Faccin dan Peres mengamati vaksin tidak aktif yang dikembangkan dari virus yang sudah mati. Dalam pengujian, vaksin tersebut terbukti mampu memberikan perlindungan tingkat tinggi.

Lalu, ada juga vaksin influenza hidup yang dilemahkan atau live attenuated influenza vaccine (LAIV) yang bertujuan untuk mempersiapkan tubuh menghadapi bentuk virus yang lebih parah. Vaksin-vaksin ini biasanya menciptakan respon imun yang lebih komprehensif, dan menunjukkan hasil yang menjanjikan terhadap H5N1.

Selain itu, dilakukan pula penelitian terhadap teknologi baru, seperti vaksin partikel mirip virus atau virus like particle (VLP), dan messenger RNA (mRNA) yang menggunakan fragmen mRNA untuk mendorong sel menghasilkan protein yang cocok dengan virus yang menjadi sasaran.

Meskipun hasil awal cukup menggembirakan, Faccin menegaskan penerapan vaksin-vaksin tersebut masih membutuhkan kerja sama antar banyak negara dan lembaga, yang saat ini tengah diupayakan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

"Virus avian influenza subtipe H5N1, H7N9, dan H9N2 menimbulkan ancaman ganda, tidak hanya menyebabkan kerugian ekonomi yang signifikan terhadap industri unggas global namun juga menimbulkan masalah kesehatan masyarakat yang mendesak karena kejadian-kejadian yang terdokumentasi dan kasus-kasus pada manusia," tandas Faccin.

Sebelumnya, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan kematian manusia pertama akibat infeksi flu burung tipe H5N2. Subtipe flu burung ini sudah lama terdeteksi pada unggas, tetapi baru kali ini teridentifikasi menyerang manusia.

"Ini adalah kasus infeksi flu burung subtipe A (H5N2) pada manusia pertama yang dikonfirmasi secara laboratorium dan dilaporkan secara global dan infeksi virus H5N2 pertama pada seseorang yang dilaporkan di Meksiko," ungkap WHO dalam sebuah pernyataan.

Pria berusia 59 tahun tersebut meninggal setelah mengeluhkan demam, sesak napas, diare dan mual, tidak ada riwayat paparan unggas atau hewan lain dan beberapa kondisi medis yang mendasarinya. Ia kemudian dirawat di rumah sakit pada 24 April di Mexico City dan meninggal pada hari yang sama.

Selain itu, seorang balita berusia 2,5 tahun di Australia juga dilaporkan positif flu burung A subtipe H5N1. Ini adalah kasus pertama flu burung pada manusia yang terkonfirmasi di Australia.

"Ini merupakan infeksi pertama yang disebabkan oleh virus avian influenza A (H5N1) pada manusia yang terdeteksi dan dilaporkan di Australia," tulis WHO di laman resminya.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat