gtrees.net

Tragisnya Kondisi Gaza usai Israel Bakar Warga Hidup-hidup di Kamp Pengungsian

Palestinians search for food among burnt debris in the aftermath of an Israeli strike on an area designated for displaced people, in Rafah in the southern Gaza Strip, May 27, 2024. REUTERS/Mohammed Salem
Foto: REUTERS/Mohammed Salem

Jakarta -

Serangan Israel yang menghantam tenda pengungsi di bagian barat Rafah pada Minggu (26/5/2024) menyebabkan kebakaran besar. Aksi keji itu membakar hidup-hidup para pengungsi dan menewaskan puluhan orang.

Kondisinya semakin diperburuk dengan menurunnya jumlah pasokan makanan serta bahan bakar. Banyak orang mencari makanan dan air, sementara itu anak-anak menggali sampah dan reruntuhan kayu untuk mencari kayu atau karton untuk dibakar.

Sementara ibu mereka memasak menggunakan bahan-bahan yang telah didapatkan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Situasinya tragis. Ada 20 orang di tenda, tanpa air bersih, tanpa listrik. Kami tidak punya apa-apa," kata seorang guru sekolah, Mohammad Abu Radwan, dikutip dari laman AP News.

"Saya tidak bisa menjelaskan bagaimana rasanya hidup dalam pengungsian terus-menerus, kehilangan orang yang Anda cintai. Semua ini menghancurkan mental kami," lanjutnya.

Tenda pengungsian itu merupakan tempat tinggal korban serangan Israel, yang membentang di sepanjang pantai dari utara Rafah hingga ke luar Deir al-Balah.

Tenda-tenda dan tempat berlindung dipenuhi dengan labirin lembaran logam dan plastik bergelombang, selimut, serta sprei yang disampirkan di atas tongkat untuk privasi.

Warga Rafah lainnya, Tamer Saeed Abu'l Kheir, biasa mencari air pada jam 6 pagi. Ia baru kembali ke tenda yang ditinggali bersama sekitar tengah hari dengan air yang didapatkannya.

Anak-anak Abu'l Kheir, yang berusia 4 hingga 10 tahun selalu sakit. Namun, ia tetap harus menyuruh mereka untuk mengumpulkan kayu untuk api memasak.

Dia khawatir mereka akan menemukan bom yang belum meledak di reruntuhan rumah.

Ayah dari Abu'l Kheir yang sudah lanjut usia sudah kesulitan untuk bergerak. Ia pun harus tetap membayar secara rutin membawanya ke rumah sakit terdekat, untuk cuci ginjal.

"Kayu membutuhkan uang, air membutuhkan uang, semuanya membutuhkan uang," kata istrinya, Leena Abu'l Kheir sambil menangis tersedu-sedu.

"Saya khawatir suatu hari saya akan terbangun dan kehilangan anak-anak saya, ibu saya, suami saya, keluarga saya," tuturnya.



Gaza Masih Dihantui Risiko Tinggi Kelaparan

Gaza Masih Dihantui Risiko Tinggi Kelaparan


(sao/kna)

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat