gtrees.net

Upaya Industri Membatasi Akses Rokok pada Anak dan Remaja

Jakarta -

Meski turun, prevalensi perokok di Indonesia masih terbilang tinggi dibandingkan negara lain. Yang juga masih jadi sorotan adalah prevalensi perokok di usia remaja.

Dari sisi industri, berbagai upaya sebenarnya sudah dilakukan untuk membatasi akses rokok pada anak dan remaja. Regulasi sudah ada, bahkan SOP juga sudah diterapkan agar anak-anak dan remaja tidak semudah itu mengakses rokok.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), Roy Mandey menyebut, para ritel sudah dibekali dengan Standard Operating Procedure (SOP) yang jelas terkait transaksi rokok kepada remaja atau anak-anak sekolah. Mereka yang menggunakan seragam sekolah tidak akan dilayani.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Padahal di ayat sebelumnya, di RPP Kesehatan di pasal 432 itu bahwa sudah jelas di bawah 21 tahun itu dilarang untuk menjualkan rokok. Kami di ritel sudah buat SOP, bahwa yang pakaian seragam kita nggak pernah layani untuk penjualan rokok," ujar Roy dalam Leaders Forum: Arah Industri Tembakau dan Pengaturan Akses Anak, di Aruba Room Kota Kasablanka, Jakarta Selatan, Rabu (29/5/2024).

Namun, Roy menegaskan bahwa hal ini masih belum cukup untuk bisa menekan jumlah perokok remaja atau anak-anak. Pasalnya, masih banyak celah yang bisa dimanfaatkan mereka untuk tetap mendapatkan rokok.

"Kalau mereka datang ke toko tidak pakai seragam, kalau pakai seragam sekolah pasti kita larang. Udah semua SOP, karena itu juga sebagai bentuk regulasi. Tapi gimana kalau mereka nggak pakai seragam? Kan gitu pertanyaannya. Mereka tukar baju di parkir atau di toilet sekolah keluar begitu dengan baju yang berbeda," kata Roy.

Dalam kesempatan yang sama, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Rokok Putih Indonesia (Gaprindo) Benny Wachyudi mengatakan dari sisi pengusaha juga sudah melakukan tindakan untuk menekan jumlah perokok di Indonesia. Meskipun hal itu seperti tindakan bunuh diri, mereka patuh pada PP 109 Tahun 2012.

"Dengan PP yang sudah ada, yaitu PP 109, kami patuh, mengikuti, di bungkus rokok juga ditaruh (upaya menekan angka perokok). Kemudian kita bahkan dengan kawan-kawan APRINDO melakukan sosialisasi. Sebenarnya bagi kami melakukan sosialisasi supaya jangan beli (rokok) kan ya bunuh diri," tegas Benny.

"Tapi demi untuk tidak ada perokok anak, memberikan penyadaran bahwa rokok itu hanya boleh (untuk) 18 tahun waktu itu. Kami melakukan bersama-sama dengan ritel," sambungnya.

Di luar upaya-upaya tersebut, menurut Benny masifnya peredaran rokok ilegal menjadi biang kerok dari tetap tingginya prevalensi perokok Tanah Air. Padahal, produksi rokok, khususnya rokok putih sudah turun lebih dari 10 persen.

"Untuk rokok putih, (produksinya) dari sebelumnya 15 miliar batang per tahun sekarang sudah di bawah 10 miliar. Artinya turun (lebih) 10 persen per tahun," ujar Benny.

"Situasinya seperti itu, tapi rokok ilegal naik terus, dengan rokok ilegal naik terus maka prevalensi perokok belum tentu turun," pungkasnya.

(up/up)

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat