gtrees.net

Gaprindo Klaim Produksi Rokok Turun, Jumlah Perokok Kok Tetap Tinggi?

Jakarta -

Produksi rokok di Indonesia diklaim mengalami penurunan cukup signifikan. Namun, jumlah perokok masih tetap saja tinggi. Masih tingginya jumlah rokok ilegal disebut menjadi alasannya.

Ketua Umum Gabungan Pengusaha Rokok Putih Indonesia (Gaprindo) Benny Wachyudi mengatakan, produksi rokok sudah turun lebih dari 10 persen per tahun. Namun, masih maraknya rokok ilegal membuat jumlah perokok di Indonesia masih tetap tinggi.

"Untuk rokok putih, (produksinya) dari sebelumnya 15 miliar batang per tahun sekarang sudah di bawah 10 miliar artinya turun (lebih) 10 persen per tahun," ujar Benny dalam Leaders Forum: Arah Industri Tembakau dan Pengaturan Akses Anak, di Aruba Room Kota Kasablanka, Jakarta Selatan, Rabu (29/5/2024).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Situasinya seperti itu, tapi rokok ilegal naik terus, dengan rokok ilegal naik terus maka prevalensi perokok belum tentu turun," sambungnya.

Senada dengan itu, permasalahan maraknya rokok ilegal ini juga mendapatkan perhatian dari Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (APRINDO). Rokok ilegal tumbuh subur di akar rumput dan penjualannya terbilang lebih meningkat daripada rokok legal.

"Mereka (rokok ilegal) masuk ke toko-toko ritel kita, minimarket bukan (jualan) rokok legal tapi rokok ilegal. Penikmatnya tidak kurang karena memang kesehatan itu keputusan pribadi. Tapi yang justru ilegal itu yang meningkat," kata Ketua Umum APRINDO Roy Mandey.

Roy melanjutkan, para ritel yang setiap hari berhadapan dengan para pembeli sudah memiliki Standard Operating Procedure (SOP) terkait penjualan rokok, khususnya pada anak. Mereka yang menggunakan seragam tidak akan dilayani untuk bertransaksi rokok.

"Kami di ritel sudah buat SOP, bahwa yang pakaian seragam kita nggak pernah layani untuk penjualan rokok," kara Roy.

Namun, Roy meminta untuk adanya regulasi yang jelas untuk mengatur terkait penjualan rokok, khususnya pada anak-anak sekolah. Pasalnya, saat ini masih ada banyak celah untuk mereka agar tetap bisa membeli rokok.

"Sebenarnya kalau mau dikaji ada banyak hal yang bisa kita lakukan. Tapi kami sebagai pelaku usaha perlu aspek regulasi. Jadi yang mendukung untuk kami melakukan. Karena jangan sampai kita melakukan satu kebijakan praktik, regulasinya nggak ada, kita dibuat semena-mena," kata Roy.

"Kalau mereka datang ke toko tidak pakai seragam, kalau pakai seragam sekolah pasti kita larang. Udah semua SOP, karena itu juga sebagai bentuk regulasi. Tapi gimana kalau mereka nggak pakai seragam? Kan gitu pertanyaannya. Mereka tukar baju di parkir atau di toilet sekolah keluar begitu dengan baju yang berbeda," pungkasnya.

Terkait prevalensi perokok, Survei Kesehatan Indonesia (SKI) tahun 2023 menunjukkan penurunan menjadi 7,4 persen dari sebelumnya 9,1 persen berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018. Meski demikian, terjadi peningkatan pengguna rokok elektrik dari 0,06 persen menjadi 0,13 persen.

(naf/naf)

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat